Jawaban UTS Sosiologi Olahraga Semester Gasal Tahun Akademik 2020-2021
Mata
Kuliah |
:
Sosiologi Olahraga |
Nama |
: Abdul
Majid Hariadi |
Hari/Tanggal |
: Jumat,
27 November 2020 |
Semester |
: 3 (tiga) |
NIM |
:
19070805017 |
Work at
Home |
: Jl.
Mahakam Indah Kav. III No. 2A Tropodo, Waru, Sidoarjo |
ID Akun Blog |
: https://abdulmajidhariadi.blogspot.com |
Fakultas |
: S2 Pendidikan Olahraga |
“Dengan ini saya
menyatakan bahwa data yang saya buat dan unggah di akun blog ini adalah sesuai
dengan originalitas kemampuan capaian kompetensi minimal yang sebenarnya.”
Sidoarjo, 27 November 2020
Mengetahui,
Istri Mahasiswa
Vivi
Selviana Abdul
Majid Hariadi
Soal arahan
capaian kompetensi minimal:
1.
Menjelaskan
tujuan urgensi sosiologi
olahraga
Manusia
sebagai makhluk sosial membutuhkan hubungan yang bersifat proses sosial antara
individu maupun kelompok. Hubungan tersebut tentunya melibatkan berbagai aspek
dalam individu maupun kelompok seperti karakter, strata sosial, norma, nilai,
dan struktur sosial. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan manusia
sebagai individu maupun kelompok.
Sosiologi
olahraga menjadi bahasan menarik dalam konteks kajian lanjutan dari sosiologi
secara umum. Dalam sosiologi olahraga, teori-teori sosiologi secara umum
diimplementasikan untuk melakukan kajian berbagai fenomena dalam dunia
olahraga. Sosiologi olahraga akan membahas tentang perilaku manusia dalam
situasi olahraga baik secara individu maupun kelompok. Olahraga sebagai ilmu,
tidak berhenti pada kajian keterampilan gerak seseorang untuk meraih prestasi
maksimal tetapi juga berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat, ekonomi,
politik, sosial, budaya, industri, serta nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Sosiologi
olahraga lahir karena ilmu keolahragaan bukanlah monodisiplin tetapi
multidisiplin. Kajian dalam sosiologi olahraga sangat penting karena olahraga
dipandang sebagai miniatur masyarakat dan cermin dari kondisi sosial masyarakat
secara global. Kajian sosiologi olahraga akan memberikan solusi atas
permasalahan dalam bidang olahraga dan masyarakat secara luas yang terjadi
secara dinamis.
Urgensi
sosiologi olahraga sebagai ilmu terapan akan menjadi bahasan menarik dalam
berbagai ruang diskusi dan akademik. Menurut Dr. Purbojati, M. Kes., Dosen Sosiologi
Olahraga Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dengan kajian
tersebut diharapkan mahasiswa mampu mencapai kompetensi minimal. Pertama,
memiliki pengetahuan, sikap, dan kemampuan berperan yang berpedoman dalam
sosiologi olahraga, profesi keolahragaan, pendidikan jasmani di kelas, olahraga
di masyarakat, dan prestasi olahraga. Kedua, mampu mengambil keputusan
yang tepat pada permasalahan olahraga dan mampu memberi penguatan psikologi
dalam dimensi sosiologi olahraga. Ketiga, memiliki sikap bertanggung
jawab, peduli, jujur, kerjasama, memiliki sikap rasa cinta tanah air dalam
mengimplementasikan dasar sosiologi olahraga dan sport science dalam
kehidupan sehari-hari sesuai profesi masing-masing. Keempat, memiliki
kemudahan dalam memahami, mengerti, dan mampu mempraktikkan ilmu keolahragaan
dan melakukan diseminasi pada praktisi olahraga. Kelima, mahasiswa mampu
menciptakan model dan kreativitas pangsa pasar sosiologi olahraga yang layak
jual dalam dunia usaha dan industri.
Sosiologi
olahraga adalah bagian dari ilmu keolahragaan yang memiliki banyak dimensi yang
perlu dipelajari dalam berbagai literatur. Ada banyak kajian dalam sosiologi olahraga. Diantaranya
adalah; sport, politic, and culture; sport and globalization; sport, media, and
television; sport, law, and government; sport and community; sport and life
style; sport and criminal; sport, body, and society; sport and religion; sport
and environment.
Sosiologi
sebagai ilmu terapan memberi perhatian utama pada permasalahan dan perkembangan
dunia olahraga. Hubungan manusia dalam olahraga terikat pada norma dan
nilai-nilai yang sesuai dengan cabang olahraga masing-masing. Termasuk berbagai
faktor yang dapat memengaruhi perkembangan dan kualitas olahraga. Sosiologi olahraga
memberi peluang untuk melakukan kajian terhadap norma, nilai, dan berbagai
faktor yang memengaruhi dalam olahraga.
2.
Menjelaskan
Sosiologi Olahraga: Pengertian, Sejarah, dan Ciri-Cirinya
Pengertian
Sosiologi Olahraga:
Sosiologi
Olahraga adalah ilmu yang mempelajari hubungan (interaksi) manusia dalam
masyarakat olahraga secara khusus dan masyarakat olahraga dengan masyarakat
lainnya serta aspek sosiologis yang menyertainya. Sosiologi olahraga sebagai
sub disiplin ilmu sosiologi menitikberatkan pada olahraga sebagai fenomena
sosial. Pada sosiologi olahraga bahasan yang dikaji adalah dampak positif
olahraga terhadap individu dan masyarakat secara keseluruhan secara ekonomi,
finansial, dan sosial.
Sosiologi
olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga
dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada
permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan
gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald
Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sosiologi
olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu
maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan
olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi
sosial dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau
norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku
pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran
terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang
dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentukan
atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu
dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman,
tertib dan lancar, Adi & Mu’arifin (2001).
Sejarah:
Kemunculan
sosiologi olahraga berasal dari akhir abad ke-19, ketika eksperimen psikologis
sosial pertama yang berhubungan dengan efek kelompok dari kompetisi dan
kecepatan berlangsung. Selain antropologi budaya dan minatnya pada permainan dalam
budaya manusia, salah satu upaya pertama untuk memikirkan olahraga secara lebih
umum adalah Homo Ludens karya Johan Huizinga atau Teori Kelas Santai dari
Thorstein Veblen. Homo Ludens membahas tentang pentingnya unsur permainan dalam
budaya dan masyarakat. Huizinga menyarankan bahwa bermain, khususnya olahraga, adalah yang utama
dan kondisi penting dari budaya generasi. Pada tahun 1970, sosiologi olahraga mendapat perhatian yang signifikan
sebagai bidang studi yang terorganisir dan sah. Masyarakat Amerika Utara untuk Sosiologi Olahraga dibentuk pada tahun 1978
dengan tujuan mempelajari bidang tersebut. Outlet penelitiannya, Sociology of
Sport Journal, dibentuk pada tahun 1984.
(https://en.wikipedia.org/wiki/Sociology_of_sport)
Ciri-Ciri Sosiologi:
Teoritis: Sosiologi selalu berusaha memberikan teori yang
berasal dan abstraksi hasil observasi dan penelitian sosial sehingga
menunjukkan pernyataan atau proporsi secara logis untuk menjelaskan hubungan
sebab akibat kehidupan dalam manusia.
Empiris: Sosiologi merupakan ilmu berdasarkan hasil observasi
logis terhadap fakta sosial, bukan berdasarkan hasil spekulasi semata. Alasan
ini diungkapkan karena sosiologi dalam perkembangannya selalu memberikan
langkah penelitian yang sistematis dan sesuai dengan realita.
Nonetis: Sosiologi tidak bertujuan menilai baik atau buruknya
suatu fakta, tetapi bertujuan menjelaskan fakta secara analitis. Selain itu,
sosiologi hanya bertugas mengungkapkan atau menerangkan tindakan sosial sebagai
bagian dan fakta sosial.
Kumulatif: Teori-teori dalam sosiologi dibentuk berdasarkan
teori yang sudah ada. Akan tetapi, teori tersebut selalu mengalami perbaikan,
perluasan, dan penguatan sesuai kondisi atau fakta terbaru dalam kehidupan
manusia. (dosensosiologi.com)
3.
Menjelaskan
Fungsi Sosial Olahraga (The Social Function of Sport)
Hasil penelitian
Anwar (2019), setelah melakukan penelusuran terhadap
makna dan fungsi olahraga melalui langkah-langkah metodologis didapatkan temuan
sebagaimana berikut:
a.
Olahraga Sebagai
Simbol Kelas Sosial
Ada hubungan yang kuat
antara kelas sosial dan jenis olahraga. Masyarakat dari kelas atas cenderung
memilih jenis olahraga individu dan sering dimainkan dalam klub-klub pribadi
serta tidak terbuka untuk umum. Mereka lebih memilih olahraga yang mahal apakah
untuk sekadar berekreasi atau untuk melatih kemampuan.
Olahraga menjadi lebih
populer dan mudah diakses oleh masyarakat kelas atas karena ketersediaan waktu
luang dan uang. Secara historis orang-orang kaya menggunakan olahraga sebagai
hiburan sekaligus cara untuk menunjukkan kekayaannya. Mereka sering menggunakan
olahraga untuk membangun jaringan dan kontak bisnis. Banyak dari olahraga
sekarang, seperti: tenis, golf, menunggang kuda, dan berlayar merupakan jenis
olahraga yang dilakukan orang kaya masa lampau. Masyarakat dengan tingkat
pendapatan tinggi memiliki partisipasi tinggi pula dalam olahraga, seperti:
sering menghadiri kegiatan olahraga dan menonton acara olahraga di televisi
(Booth dan Loy, 1999: 1-26).
Masyarakat pekerja
(kelas menengah ke bawah) lebih suka memilih olahraga komunitas yang mudah
didapat serta murah. Waktu mereka banyak tersita untuk bekerja sehingga hanya
mempunyai waktu olahraga sedikit. Standar hidup yang meningkat mendorong para
keluarga kerah biru untuk berpartisipasi dalam jenis olahraga yang mudah
dilakukan, murah, dan telah tersedia pada fasilitas publik (Sage, 1998).
Masyarakat kelas atas
dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi merupakan konsumen
aktif olahraga dan aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan. Mereka sangat
menghargai kesehatan fisik dan menikmati aktivitas di waktu senggang.
Sebaliknya, masyarakat pekerja jarang sekali melakukan latihan atau olahraga
karena fisik mereka sudah terbebani dengan pekerjaan sehingga waktu luang yang
mereka miliki lebih digunakan untuk beristirahat (Gruneau, 1999).
Terlepas faktor apa yang
menyebabkan kelas sosial yang disandang seseorang dalam sebuah struktur
masyarakat, pada kenyataan hal ini akan mempengaruhinya dalam cara membuat
pilihan dan bertingkah laku. Diantaranya hal tersebut adalah pilihannya
terhadap jenis olahraga yang akan dilakukan. Secara khusus pola ini akhirnya
memunculkan dua kelompok besar olahraga, yaitu olahraga umum dan olahraga elit.
Olahraga umum adalah olahraga yang secara jamak dilakukan/menjadi pilihan oleh
masyarakat umum/masyarakat biasa. Beberapa bentuk olahraga ini diantaranya
seperti sepak bola, bola voli, badminton, tenis meja, dll. Sementara olahraga
elit adalah olahraga yang menjadi pilihan oleh orang-orang tertentu yang
tentunya mempunyai kelas lebih tinggi dibandingkan kelas pada umumnya. Olahraga
ini diantaranya adalah golf, bowling, tenis, menembak, berkuda dll. Dalam hal
ini, selain olahraga menjadi pilihan untuk dilakukan baik untuk kesehatan
maupun rekreasi, lebih jauh olahraga ini menjadi simbol kelas sosial bagi para
pelakunya.
b.
Olahraga Adalah Ruang
Maskulin
Ketika berbicara
mengenai hubungan antara gender dan olahraga, maka isu yang diangkat akan
berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan sebagaimana halnya dengan ideologi
serta budaya. Sejarah penggunaan istilah kesetaraan gender pada olahraga mulai
menguat pada tahun 1999 ketika publikasi olahraga melalui media memuat daftar
teratas atlet abad 20. Gender adalah prinsip utama dalam kehidupan sosial
sehingga ideologi gender mempengaruhi cara berpikir kita dan orang lain,
bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, dan bagaimana kehidupan sosial
diatur pada semua level dari keluarga sampai masyarakat.
Kecenderungan
mengabaikan ideologi merupakan masalah serius ketika membicarakan keadilan dan
isu kesetaraan di dalam olahraga. Hal ini disebabkan karena kesetaraan dan
keadilan tidak dapat dicapai kecuali kita mengubah ideologi gender yang
digunakan pada masa lampau. Perlu diketahui bahwa kemunculan ideologi gender
dalam masyarakat mempengaruhi hidup kita dalam kaitannya dengan olahraga dan
beberapa strategi untuk mengubahnya (Coakley, 2004: 263).
Dalam konteks Indonesia,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persoalan gender dikaitkan dengan
olahraga sampai saat ini masih merupakan persoalan yang cukup kuat menggejala.
Olahraga masih cenderung sebagai ruang yang dominan dikuasai oleh budaya
maskulin. Dalam pentas-pentas keolahragaan ruang publik yang terbuka, perempuan
seringkali masih belum mendapatkan porsi yang semestinya. Misalkan; dalam
beberapa event olahraga seperti basket, balap motor/mobil—perempuan cenderung
menjadi pernik pemanis yang dipajang sebagai cheerleaders ataupun sebagai
umbrella girls. Keterlibatan perempuan sendiri dalam dunia olahraga di
Indonesia belum bisa begitu optimal. Hal yang paling mudah saja dapat dilihat
bagaimana komposisi antara mahasiswa laki-laki dan perempuan di sekian banyak
jurusan/prodi keolahragaan di seluruh Indonesia. Secara kasar dapat disimpulkan
bahwa keberadaan mereka (perempuan) tidak akan lebih dari 20 persen. Melalui
realitas ini, olahraga seolah menjadi ruang penegas proses dialektika kaum laki-laki
dan perempuan dalam ruang sosial yang tidak pernah usai. Dan—melalui olahraga
menjadi simbol penegas bahwa kaum laki-laki masih lebih dominan.
c.
Sport Marketing
Rumitnya menganalisa
permasalahan olahraga dalam wacana sosiologis seringkali akan menambatkan kita
pada satu permasalahan besar yang seolah tidak bisa dihindarkan, yaitu permasalahan
ekonomi. Tak bisa disangkal bahwa kemenangan kapitalisme global telah
menempatkan semua lini kehidupan bermasyarakat pada satu poros besar yaitu
ekonomi. Demikian pula dengan masalah olahraga. Seolah memang tidak
terhindarkan bahwa olahraga saat ini juga sudah menjalin hubungan timbal balik
dengan dunia ekonomi. Tanpa suport ekonomi yang kuat, maka dunia olahraga—pun
terasa berat untuk bisa meningkat. Di sisi lain, olahraga juga sudah menjadi
organ ekonomi yang cukup krusial.
d.
Olahraga dalam Ruang
Sosial Politik
Terkait dengan
perilaku politik praktis di Indonesia, nampaknya tidak terlepas pada persoalan
urusan kenegaraan saja. Secara nyata terlihat bahwa perilaku politik praktis
mengimbas pada ruang-ruang yang pada semestinya justru dapat dihindarkan,
seperti dalam institusi pendidikan, lembaga-lembaga keberagamaan, begitu juga
dengan dunia olahraga tentu saja. Dengan jelas dapat dilihat dengan cara lihat
orang awam, bahwa saat ini lembaga-lembaga keolahragaan menjadi ruang politik
praktis yang intensitas pertentangannya dapat dikatakan cukup tinggi.
4.
Menjelaskan:
Fungsi Sosio-Emosional, Fungsi Sosialisasi,
Fungsi Integratif, Fungsi Politik, Fungsi Mobilitas Sosial
Fungsi Sosio-Emosional:
Mencakup pemenuhan kebutuhan individu untuk mempertahankan stabilitas
sosio-psikologis, mengelola ketegangan dan konflik, membangkitkan perasaan
berkomunitas untuk mempertahankan budaya dan status sosial, penundaan reaksi
emosi terhadap kesuksesan.
Fungsi Sosialisasi: Tercermin dari kepercayaan bahwa olahraga merupakan
sarana untuk mengalihkan nilai-nilai budaya individu untuk pengembangan
karakter, seperti pembelajaran keterampilan, sifat-sifat, sikap-tokoh idola,
etika-sportif, norma-tata krama, IPTEK.
Fungsi Integratif: Dengan olahraga dapat mencapai integrasi yang harmonis
antar individu. Perasaan kental sebagai komunitas, perasaan sebagai orang dalam/luar,
integrasi terjadi karena kebulatan komitmen untuk mencapai tujuan.
Fungsi Politik: Kesadaran dan kebanggan terhadap suatu negara, sehingga
dengan olahraga dapat digunakan untuk memperoleh identitas nasional dan
prestise.
Fungsi Mobilitas Sosial: Terutama dari kalangan minoritas dan atlet yang tadinya
berstatus sosial rendah, peningkatan prestise, prestasi sosial plus ganjaran
ekonomi.
5.
Menjelaskan: Teori Fungsional, Teori
Konflik, Teori Kritis, Teori Interaksionis,
Teori Feminis, Teori Figurasional
Saat ini, sebagian besar sosiolog olahraga
mengidentifikasi dengan setidaknya satu dari empat teori penting yang
mendefinisikan hubungan antara olahraga dan masyarakat, yaitu fungsionalisme
struktural, konflik sosial, feminisme, dan interaksionisme simbolik. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa sekelompok orang
memilih untuk melakukan tindakan tertentu dan bagaimana masyarakat, atau tim,
bereaksi atau berubah dengan cara tertentu. Teori Fungsionalisme Struktural memandang masyarakat, atau dunia olahraga,
sebagai sistem yang kompleks, tetapi saling berhubungan, di mana setiap bagian
bekerja bersama sebagai satu kesatuan fungsional. Teori Konflik sosial memandang masyarakat, atau
dunia olahraga sebagai sistem kelompok yang tidak setara, dan karenanya secara
konsisten menimbulkan konflik dan perubahan. Teori Feminisme jika sering dikaitkan dengan sekelompok
wanita yang mencoba untuk mengalahkan pria, tetapi itu tidak benar! Ia memandang masyarakat secara tradisional tidak setara dalam berpihak
pada laki-laki, sementara masyarakat berjuang untuk kesetaraan antara jenis
kelamin. Terakhir, Teori Interaksionisme simbolik adalah
pandangan tentang perilaku sosial yang menekankan pada komunikasi gestural dan
linguistik serta pemahaman subjektifnya, khususnya peran bahasa dalam
perkembangan anak sebagai makhluk sosial.
6.
Ketika
Provinsi Papua di tahun 2021 menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional. Jelaskan apa dan bagaimana dampak dari PON XX:
PON
Papua dan Dampak Sosial Ekonomi
Kebijakan
PON
Pada Rapat Terbatas 17 Januari 2020 Presiden
Joko Widodo memberikan arahan bahwa semangat penyelenggaraan PON di Papua,
bukan hanya ajang olahraga semata, tetapi yang paling penting juga sebagai
arena di mana kita memperkuat jalinan persaudaraan, jalinan persatuan dan
solidaritas antar daerah dan sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa tanah
Papua banyak lahir talenta-talenta yang hebat di bidang olahraga.
Dijadikannya
Provinsi Papua sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-XX merupakan
tonggak sejarah dalam olahraga Papua. Diharapkan penyelenggaraan PON XX di
Papua dapat memberikan dampak positif, tidak hanya dalam konteks perkembangan
olahraga Papua, namun juga dalam konteks sosial-ekonomi masyarakat Papua. Termasuk
melalui PON XX promosi pariwisata dapat digalakkan.
Penundaan
Pandemi Covid-19 memberikan dampak
serius terhadap penyelenggaraan olahraga. Upaya adaptasi terus dilakukan.
Performa atlet menurun dan banyak even mayor yang terkena imbasnya. Olimpiade
dan Paralimpiade Tokyo, Jepang, ditunda pada tahun 2021. Asean Para Games 2020
di Filipina di batalkan. Dan berbagai kejuaraan dan liga olahraga berhenti
sementara atau dibatalkan.
Pada even nasional, isu paling menarik
adalah penundaan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua.
Sesuai keputusan Presiden Jokowi pada rapat terbatas kabinet, 23 April 2020,
penyelenggaraan PON XX Papua akan dilaksanakan tahun 2021. Tepatnya tanggal
2-13 Oktober 2021. Dengan perubahan tersebut maka terjadi perubahan
nomenklatur. Dari PON XX/2020 menjadi PON XX/2021.
Terkait kebijakan dan schedule
persiapan sampai dengan pelaksanaan PON XX tetap dilaksanakan dengan jadwal
yang adaptif. Untuk promosi pra, even, dan pasca even PON XX akan dilaksanakan
di berbagai kota. Tahap persiapan dimulai 27-28 Juni hingga Agustus 2020.
Promosi dimulai tanggal 29-30 September 2020 di Jatim Expo Surabaya, 3-4
Nopember 2020 di Lippo Mall Makasar, 10-11 Maret 2021 City Mall Gorontalo,
18-19 April 2021 di Kuta Bali. Tanggal 27-28 Agustus 2021 akan dilaksanakan di
DPD RI Senayan “Guiness World of Record Zumba”. Dan puncaknya adalah pada Bulan
Oktober 2021 di Papua.
Sedangkan rencana tahapan kegiatan
pelaksanaan, KONI pusat telah mengeluarkan kebijakan teknis. Untuk jumlah
cabang olahraga (cabor), nomor pertandingan, dan kuota atlet tidak ada
perubahan. Babak kualifikasi tetap berpedoman pada hasil kualifikasi yang telah
dilakukan oleh induk masing-masing cabor. Ini artinya pada tahun 2021 tidak
diperlukan babak kualifikasi lagi. Sedangkan batasan umur dari masing-masing
cabor juga tidak mengalami perubahan walaupun PON dilaksanakan pada tahun 2021.
Perubahan waktu menjadi momentum yang baik bagi cabang olahraga dan semua pihak untuk mempersiapkan diri. Recovery dan melakukan persiapan lebih baik. Pembinaan yang adaptif. Serta melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak.
Potensi
Sosial Ekonomi
Perubahan pelaksanaan PON XX karena
Covid-19 tentu membawa konsekuensi logis. Penyesuaian anggaran, program
latihan, dan sebagainya. Pemerintah tetap berkomitmen mengalokasikan dukungan
anggaran APBN penyelenggaraan PON XX di Papua Tahun Anggaran 2021. Penyiapan
venue dan promosi dijalankan sesuai dengan protokol penanganan dan pencegahan
Covid-19. Pemusatan latihan atlet di setiap daerah dilaksanakan dengan protokol
kesehatan yang ketat.
Untuk menggelar PON XX di Papua, anggaran yang diperlukan sekitar 10 triliun rupiah, yaitu untuk pembangunan infrastruktur dan memenuhi kebutuhan lainnya.
Ketua
Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) Papua Syahril Hasan meyakini bahwa PON XX akan memberikan dampak ekonomi
cukup besar bagi Provinsi Papua. Peningkatan perekonomian akan positif karena
ada ribuan atlet, official, tamu undangan dan masyarakat luar Papua yang akan
datang ke Papua. Ada banyak sektor yang akan mengalami pertumbuhan yaitu
perdagangan, hotel, pariwisata, penginapan, kuliner, dan kerajinan khas daerah.
Potensi ini tidak hanya terjadi di kabupaten/kota tempat penyelenggaraan tetapi
juga di luar daerah tersebut. Akan ada banyak distribusi barang dari berbagai
daerah di Papuan ke venue pertandingan.
Tidak hanya itu dalam hal konsumsi atlet dan official akan ditangani langsung oleh Tim Penggerak PKK Provinsi Papua. Bidang konsumsi ini memiliki peran vital dan akan mengutamakan hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan masyarakat Papua untuk memenuhi kebutuhan PON. Tim Penggerak PKK akan mendorong pangan lokal maupun bahan pangan dari kelompok petani Papua sebagai makanan untuk para atlet maupun official tim. Jika tidak mencukupi baru mendatangkan dari luar.
Begitulah, PON XX di Papua bukan
sekadar ajang olahraga semata. PON XX 2021 akan meningkatkan ekonomi masyarakat
Papua dan menjadi wujud untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas
antar daerah.
Siap @
BalasHapusMas Abdul Hamid untuk video harap mengunggah lagi diberi judul "Kesiapan Masyarakat Sosiologi Indonesia dalam menyelenggarakan PON PAPUA 2021 dan Olympiade 2032 di Indonesia"
BalasHapus