Pendidikan Merdeka dan Makna Belajar
Tepat di usia ke-75 Republik Indonesia, institusi pendidikan menghadapi tantangan yang rumit. Akibat pandemi Covid-19, pendidikan sebagai episentrum peradaban bangsa terancam kehilangan momentum menyiapkan sumber daya manusia unggul.
Sejak
pertengahan Maret 2020 sampai dengan sekarang proses pembelajaran harus
dilakukan dari rumah. Selama itu pula proses pembelajaran jarak jauh (PJJ)
belum menemukan bentuk ideal. Banyak kendala yang harus dihadapi oleh guru,
murid, dan orangtua.
Berbagai
kendala itulah yang kemudian mendasari pemerintah mengambil kebijakan membuka
sekolah di daerah zona kuning. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim (7/8/2020), kebijakan tersebut diambil
sebagai respons atas kekhawatiran munculnya dampak buruk selama PJJ. PJJ sinyalir
dapat menyebabkan learning lost dan generation lost. PJJ memberi
ancaman serius tingginya angka putus sekolah, kesenjangan capaian belajar,
berbagai kekerasan terhadap anak, serta persepsi orangtua yang berubah karena
tidak melihat peran sekolah dalam proses pembelajaran.
Kebijakan
itu pun belum menyelesaikan masalah. Masih terjadi pro kontra karena kesehatan
dan keselamatan guru, murid, orangtua, dan masyarakat menjadi taruhan. Apalagi
evaluasi PJJ belum dilakukan secara menyeluruh.
Proses
PJJ menyisakan berbagai persoalan karena masih ada konsepsi yang salah. PJJ
hanya dimaknai sebagai proses pembelajaran menggunakan teknologi mutakhir. Pola
pikir yang salah mengakibatkan pemangku kebijakan, murid, guru, dan orangtua
terjebak pada pemikiran bahwa PJJ adalah pembelajaran teknologi dengan medium
internet.
Padahal
teknologi itu
hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan
teknologi sebagai alat tidak akan memberi makna jika guru tidak mengimbangi
dengan interaksi, komunikasi, berbagi gagasan, dan mengembangkan pola pikir
murid. Teknologi apa pun yang digunakan oleh guru baik berbasis platform
digital dan aplikasi game tidak akan membuat murid senang jika guru tidak
mengetahui kendala yang dihadapi oleh murid.
Kondisi ini, di mana murid
merasa tidak bahagia dalam PJJ karena guru dan orangtua tidak membangun
konsepsi makna belajar terlebih dahulu. Proses PJJ dianggap selesai ketika guru
sudah memberikan tugas mandiri kepada murid. Akibatnya pembelajaran yang
seharusnya menyenangkan dan menumbuhkan minat murid sebagai pribadi pembelajar
tidak tercapai.
Di awal tahun pelajaran
2020-2021 saya mengawali proses pembelajaran dengan melakukan survei kepada 432
murid. Survei ini berkaitan dengan keluhan apa saja yang dialami oleh murid
sejak PJJ dilakukan. Hasil survei ini menggambarkan kendala apa saja yang
dihadapi oleh murid dan perasaan selama PJJ. Bukan pada kenapa harus PJJ tetapi
lebih pada proses yang dilakukan oleh guru serta ketersediaan sarana belajar.
Selama PJJ murid merasa tertekan karena hanya diberi tugas dan harus segera
diselesaikan. Padahal murid menghadapi kendala selama PJJ. Murid harus pontang
panting mencari sinyal, kuota internet yang terbatas, tidak memiliki gawai, dan
gawai harus bergantian dengan anggota keluarga yang lain.
Persoalan dasar kebutuhan PJJ
sampai saat ini belum terpenuhi. Ketersediaan kuota internet dan subsidi pulsa bagi
murid belum sepenuhnya menjadi fokus solusi. Apalagi jika kemudian guru
dituntut untuk menciptakan pola pembelajaran ideal selama PJJ. Maka kondisi ini
seharusnya menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan bahwa persoalan PJJ
hanya bisa diselesaikan oleh lintas sektor.
Guru di masa yang penuh tantangan
ini di tuntut oleh berbagai pihak untuk menciptakan pola pembelajaran yang
menyenangkan. Guru tidak harus terjebak pada pemikiran untuk menggunakan
berbagai platform teknologi pada pembelajaran daring. Makna belajar bukanlah di
teknologi karena teknologi hanya sebagai alat. Makna belajar adalah adanya
interaksi, umpan balik, dan menempatkan murid sebagai pembelajar utama.
Lantas teknologi
apa yang paling cocok pada pembelajaran daring. Menurut Prof. Eko Indrajit, teknologi
yang paling cocok adalah teknologi yang ada. Apa pun yang ada di sekitar guru
dan murid dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.
Ada
banyak metode yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Jika guru
misalnya memiliki blog maka dapat menggunakan blog untuk menyampaikan materi
tanpa murid merasa tertekan. Karena dengan menggunakan blog, murid dapat
mengakses materi kapan saja ketika murid siap. Selain itu dengan media blog
murid akan terlatih menjadi pusat pembelajar yang literat. Saya sendiri
kemudian menggunakan blog sebagai salah satu media pembelajaran daring.
Sebagaimana yang disampaikan
oleh Yudi Latif, pembangunan manusia harus dipandang sebagai tujuan. Hal ini
sesuai dengan konsepsi pendidikan merdeka dari Ki Hadjar Dewantara. Kemerdekaan
yang harus ditumbuhkan dalam pendidikan mengandung tiga sifat; berdiri sendiri,
tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushttps://abdulmajidhariadi.blogspot.com/2020/08/pendidikan-merdeka-dan-makna-belajar.html peserta lomba blog nomor 134
BalasHapus